"Bahasa antara" (interlanguage)
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam hal bahasa antar bahasa banyak mengkaji
teori dan metodologi yang berbeda dari pendekatan dan performansi pembelajar.
Perbedaan yang paling jelas adalah dalam hal ”sikap” terhadap performansi
pembelajar, terutama dalam hal ”kesalahan”. Anakes tradisional menganggap bahwa
kesalahan sebagai hal yang berbahaya dan berupaya untuk memberantasnya. Dalam
kerangka kerja antar bahasa terdapat penyimpangan-penyimpangan dari norma-norma
bahasa sasaran sebagai eksponen-eksponen sistem pembelajar. Yang kedua, perbedaan
yang paling penting adalah Anakon secara eksklusif sangat memperhatikan atau
menaruh perhatian besar terhadap aspek performasi pembelajar yang ciri-ciri
bahasa ibunya. Maka Antar Bahasa menghindari pembatasan ini. Interferensi
bahasa ibu atau bahasa asli hanyalah merupakan salah satu sarana eksplanatori
(penjelasan) di dalam daftar atau perbendaharaan sang peneliti Antarbahasa.
Antarbahasa memang lebih ampuh secara
eksplanatori lantaran mencakup daya eksplanatori Anakon, memperkuat, memperluas
dan menyumbangkannya. Secara metodologis Antarbahasa dapat dikatakan menyatukan
asumsi-asumsi Anakon dan Anakes. Kalau Anakon mempertentangkan atau
menkontraskan bahasa ibu pembelajar dan bahasa sasaran, dan Analisis
konversional melibatkan pertentangan antara performansi pembelajar dengan
bahasa sasaran. Oleh karena itu Antarbahasa sangat memperhatikan serta
memanfaatkan tiga hal tersebut. Secara
eksplisit menggabungkan Antarbahasa pembelajar dengan bahasa asli maupun bahasa
sasaran. Perbedaannya adalah bahwa Antarbahasa dan Analisis kontrastif
merupakan suatu sarana penyaring awal, merintis jalan bagi pengujian
hipotesis-hipotesis mengenai aneka faktor penentu bahasa pembelajar lainnya
(Sridhar, 1985 : 232).
1. interlanguage
"Bahasa antara" (interlanguage) ialah bahasa seseorang
yang sedang mempelajari bahasa lain; "bahasa antara" berbeda dari
bahasa ibu dan dari bahasa yang sedang atau telah dipelajari. Dengan kata lain,
bahasa antara (selanjutnya ditulis BA) atau "interlanguage" ialah
bahasa yang kedudukannya berada di antara bahasa ibu dan bahasa sasaran yang
sedang dipelajari (Namser, 1971a; Selinker, 1972). Oleh karena itu, BA
mempunyai tata bahasa dan ciri-cirinya sendiri (Corder, 1971a; Adjemian, 1976).
Dengan demikian, BA dianggap sebagai suatu bahasa yang juga mempunyai sistem
sendiri sebagaimana bahasa alami (natural language) lainnya.
Dalam
pemerolehan bahasa kedua (second language Acquisition) terdapat antarbahasa
(interlanguage) yang bukan bahasa sumber (native language) dan bukan bahasa
sasaran (target language). Berikut akan dibahas lebih rinci tentang cabang
liguistik yang lain yaitu Kajian Bahasa Antara (Interlanguage Study). Menilik
asal kata interlanguage, berasal dari kata “inter” dan “language.
Interlanguage adalah bahasa yang mengacu kepada sistem bahasa di luar sistem B1 dan kedudukannya berada di antara B1 dan B2 (Selinker, 1972). Istilah lain adalah approximative system dan idiosyncratic dialect. Kajian studinya menghasilkan analisis kegalatan (error analysis) dan membedakannya dengan mistake.
Kajian bahasa antara membahas fenomena kebahasaan yang muncul (emergence) akibat interaksi antarbahasa, bukan pada hasil akhir proses interaksi tersebut (catatan: berupa kemampuan berbahasa kedua atau asing dan terjemahan). Analisis kontrastif merupakan bagian dari kajian bahasa antara. Lingkup kajiannya membahas proses yang terjadi dari persinggungan dua atau lebih bahasa, daripada fenomena yang ditimbulkan dari persinggungan itu sendiri. Oleh karena itu, kontrastif analisis lebih bersifat diakronik daripada sinkronik. Hal ini disebabkan karena fokus pembahasan tentang proses tersebut membutuhkan waktu untuk mencari asal mula ataupun aspek historis penyebab proses tersebut. Bagaimanapun, kajian Bahasa Antara sebagai analisis bersifat diakronik dalam sebuah pengertian yang sedikit berbeda daripada yang disinggung oleh Saussure. Saussure menyuguhkan tentang pengertian evolusi bahasa yang terkait dengan sejarah atau filogeni yang menyinggung perubahan pada generasi-generasi dan secara berabad-abad..
Interlanguage adalah bahasa yang mengacu kepada sistem bahasa di luar sistem B1 dan kedudukannya berada di antara B1 dan B2 (Selinker, 1972). Istilah lain adalah approximative system dan idiosyncratic dialect. Kajian studinya menghasilkan analisis kegalatan (error analysis) dan membedakannya dengan mistake.
Kajian bahasa antara membahas fenomena kebahasaan yang muncul (emergence) akibat interaksi antarbahasa, bukan pada hasil akhir proses interaksi tersebut (catatan: berupa kemampuan berbahasa kedua atau asing dan terjemahan). Analisis kontrastif merupakan bagian dari kajian bahasa antara. Lingkup kajiannya membahas proses yang terjadi dari persinggungan dua atau lebih bahasa, daripada fenomena yang ditimbulkan dari persinggungan itu sendiri. Oleh karena itu, kontrastif analisis lebih bersifat diakronik daripada sinkronik. Hal ini disebabkan karena fokus pembahasan tentang proses tersebut membutuhkan waktu untuk mencari asal mula ataupun aspek historis penyebab proses tersebut. Bagaimanapun, kajian Bahasa Antara sebagai analisis bersifat diakronik dalam sebuah pengertian yang sedikit berbeda daripada yang disinggung oleh Saussure. Saussure menyuguhkan tentang pengertian evolusi bahasa yang terkait dengan sejarah atau filogeni yang menyinggung perubahan pada generasi-generasi dan secara berabad-abad..
Beberapa contoh
akan memperjelas pernyataan tersebut. Pertama, ada penelitian tentang
pemerolehan bahasa pada bayi, yang baru-baru ini dilontarkan Brown ( 1973).
Slobin (1971) memberi nama sebuah antologi penelitian tersebut dengan nama The
Ontogenesis of Grammar. Sejak anak membuat kemajuan dari sama sekali tidak
memiliki pengetahuan tentang bahasa lisan sampai pada tahap penguasaan yang
memadai pada usia lima tahun, dan sejak hanya satu bahasa yang dikuasai, pada
hakikatnya kajian tentang bahasa anak tidak lagi dibicarakan sebagai sebuah
bentuk kajian Bahasa Antara. Tetapi kajian tentang bahasa kedua atau
pemelajaran bahasa asing terkait dengan proses seseorang dari ekabahasawan
(monolingual) menjadi dwibahasawan (bilingual). Dalam hal ini ada 2 (dua)
bahasa yang dilibatkan dalam proses pemelajaran yaitu L1 dan L2.
Oleh karena itu, James menyebutkan ada tiga cabang kajian dalam linguistik interlingual (yang melibatkan dua bahasa), yaitu (1) teori penerjemahan yang terkait dengan proses mengubah teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa target; (2) analisis kesalahan; (3) analisis konstrastif. Analisis kesalahan dan analisis kontrastif dipakai dalam ruang lingkup proses monolingual menjadi bilingual.
Oleh karena itu, James menyebutkan ada tiga cabang kajian dalam linguistik interlingual (yang melibatkan dua bahasa), yaitu (1) teori penerjemahan yang terkait dengan proses mengubah teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa target; (2) analisis kesalahan; (3) analisis konstrastif. Analisis kesalahan dan analisis kontrastif dipakai dalam ruang lingkup proses monolingual menjadi bilingual.
2.
Tahapan Perkembangan Bahasa-antara
Secara ringkas teori
tahapan perkemba-ngan bahasa antara menurut Corder (1973) dapat dirangkum
sebagai berikut
a.Tahapan Kegalatan Acak
Pertama
Si-Belajar berkata *Mary cans dance" sebentar kemudian diganti menjadi
"Mary can dance".
b. Tahapan kebangkitan
Pada tahapan
ini Si-Belajar mulai menginternalisasi beberapa kaidah bahasa kedua tetapi ia
belum mampu membetulkan kesalahan yang dibuat penutur lain.
c. Tahapan Sistematik
Si-Belajar sudah mampu menggunakan B2 secara konsisten walaupun kaidah B2 belum sepenuhnya dikuasainya.
Si-Belajar sudah mampu menggunakan B2 secara konsisten walaupun kaidah B2 belum sepenuhnya dikuasainya.
d. Tahapan
Stabilisasi
Si-Belajar relatif menguasai sistem B2 dan dapat menghasilkan
bahasa tanpa banyak kesalahan atau pada tingkat post systematic menurut Corder.
2.1. Proses Antarbahasa
Menurut Selinker
terdapat fenomena-fenomenayang menarik dalam performansi Antarbahasa adalah
butir-butir, kaidah-kaidah, dan subsistem yang dapat difosilisasikan dengan
bantuan lima proses Antarbahasa, diantaranya adalah:
1.
Transfer bahasa (language transfer)
2.
Transfer latihan (transfer of
training)
3.
Siasat pembelajaran bahasa kedua (strategies
of second language learning)
4.
Siasat komunikasi bahasa kedua (strategies
of second language communication)
5.
Penyamarataan yang berlebihan mengenai bahan linguistik bahasa sasaran (overgeneralization
of target language linguistik material)
Secara
eksperimental butir-butir, kaidah-kaidah, dan subsistem-subsistem yang
dapat difolisasikan dalam performansi Antarbahasa adalah merupakan akibat dari
bahasa asli.
Selinker menghipotesiskan bahwa kalimat proses yang
berisi kaidah-kaidah dan ciri-ciri bahasa sasaran merupakan inti dari
pembelajaran bahasa kedua. Kelima proses di atas sangat penting bagi
pembelajaran dan pemerolehan bahasa kedua karena masing-masing dapat memaksa
butir-butir, kaidah-kaidah, dan subsistem yang terfolisasi muncul dan mungkin
tetap berada di dalam Antarbahasa dalam waktu yang tidak terbatas. Kombinasi
dari kelima proses tersebut dikenal dengan Kompetensi Antarbahasa yang
terfolisasi (Richards [ed], 1985 ; 37).
Sedangkan bila ditinjau dari sudut pandang ”kesalahan”
maka dapat dinyatakan, bahwa:
1.
Transfer Bahasa adalah interferensi bahasa ibu atau B1 kepada
bahasa sasaran atau B2;
2.
Transfer Latihan adalah kesalahan yang berkaitan dengan
hakiakt bahan-bahan pembelajaran bahasa dan pendekatan-pendekatannya sendiri;
3.
Siasat Pembelajaran bahasa kedua adalah
kesalahan yang berkaitan dengan pendekatan sang pembelajar pada bahan atau
bahasa yang dipelajari;
4.
Siasat Komunikasi bahasa kedua adalah
kesalahan yang berkaitan dengan cara sang pembelajar yang berupaya
berkomunikasi dengan para penutur asli di dalam situasi pemakaian bahasa secara
alamiah; dan
5.
overgeneralisasi kaidah-kaidah bahasa sasaran adalah kesalahan yang berkaitan dengan sang pembelajar menstrukturkan
kembali dan mengorganisasi kembali bahan linguistik atau materi kebahasaan
(Omagio, 1986 : 276)
Transfer bahasa
(Language transfer)
|
Overgenerali-
sasi
Kaidah-kaidah
bahasa
sasaran (Overgeneralization
of target language
rulles)
|
Proses
Antarbahasa
|
Transfer latihan
(Transfer of training)
|
Siasat pembelajaran B2
(Stategis of L2 learning)
|
Siasat komunikasi Bw
(Storage of L2 communication)
|
Gambar 25 : Lima proses Antarbahasa
Adapun bentuk-bentuk permukaan ucapan-ucapan
Antarbahasa antaralain :
a)
Ucapan Ejaan (Spelling Pronunciations) ; sang pembicara mengucapkan
kata-kata sesuai dengan ejaannya. Sebagai contoh, orang Indonesia mengucapkan kata-kata
Inggris:
·
working paper diucapkan
[working peiper]
·
pioneer diucapkan [pioneer]
b)
Ucapan Sanak (Cognate Pronunciation) ; sang pembicara mengucapkan
kata-kata yang sama asalnya,contoh, orang Indonesia mengucapkan kata-kata
Inggris:
·
athelete diucapkan
[atlit]
·
domestic
diucapkan [domestik]
c)
Belajar Holofrase (Holofrase Learning); contoh gabungan dari frasa
Inggris:
·
half an-hour dibentuk one half an-hour
·
dalam bahasa Indonesia ;
dua puluh lima-dua puluh dan lima
dua puluh delapan-tiga puluh kurang dua
d)
Hiperkoreksi (Hypercorrection); contohnya:
·
menerangkan diucapkan menerangken
·
makin diucapkan mangkin
·
mantap diucapkan mantep
Teori Behaviorisme
Teori Behaviorisme
diperkenalkan oleh John B, Watson (1878-1958), Seorang ahli psikologi
berkebangsaan Amerika. Di Amerika Serikat, Watson dikenal sebagai bapak
Behaviorisme karena prinsip-prinsip pembelajaran barunya berdasarkan teori
Stimulus-Response Bond (S-R Bond). Menurut Behaviorisme yang dianut oleh
Watson,Tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap
perilaku, dan sedikitpun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Yang dapat
dikaji oleh psikologi menurut teori ini adalah benda-benda atau hal-hal yang
dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (Stimulus)dan gerak balas
(respons), sedangkan hal-hal yang terjadi dalam otak tidak berkaitan dengan
kajian. Maka dalam proses pembelajaran, Menurut Watson, Tidak ada perbedaan
antra manusia dan hewan.
Teori behaviorisme dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Belajar merupakan akibat
adanya interaksi antara stimulus dan
respon(Slavin,2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya.Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Dalam hal pembelajaran bahasa,
pendekatan behaviorisme menumpukan perhatiannya pada aspek yang dapat dirasakan
secara langsung pada perilaku berbahasa dan hubungan antara respon dan
peristiwa didunia yang mengelilinginya. Menurut kaum behavioris, bahasa
merupakan bagian fundamental dari keseluruhan perilaku manusia. Seorang
behavioris menganggap bahwa perilaku berbahasa yang efektif merupakn hasil
respon tertentu yang dikuatkan, respon itu akan menjadi kebaisaan atau
terkondisikan. Salah satu percobaan yang terkenal untuk membentuk model
perilaku berbahasa dari sudut pandang behavioris ialah yang dikemukakan ileh
sjinner (1957) dalam herbal Behavior. Teori skinner tentang perilaku verbal
merupakan perluasan teorinya tentang belajar yang disebutnya operant
conditioning. Konsep ini mengacu pada kondisi dimana manusia atau binatang
mengirimkan respon atau operant (ujaran atau sebuah kalimat), tanpa adanya
stimulus yang tampak. Operant itu di pertahankan dengan penguatan. Misalnya,
jika seorang anak kecil mengatakn minta susu dan orang tuanya memberi susu,
Operant itu dikuatkan. Dengan perulangan yang terus-menerus operant semacam itu
akan terkondisikan. Menurut skinner, perilaku herbal, seperti perilaku yang
lain, dikendalikan oleh akibatnya. Bila akibatnya itu hadiah, perilaku itu akan
terus dipertahankan dan kekuatan serta frekuensinys sksn terus dikembangkan
bial akibatnya hukuman,
Guru yang menggunakan paradigma
Behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran yang sudah siap sehingga tujuan
pembelajaran yang dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak
hanya memberi ceramah tetapi juga contoh-contoh. Bahan pelajaran disusun
hirarki dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hasil dari pembelajaran dapat
diukur dan diamati, kesalahan dapat diperbaiki. Hasil yang diharapkan adalah
terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Kekurangan metode ini adalah
pembelajaran siswa yang berpusat pada guru bersifat mekanistis dan hanya
berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif, murid hanya mendengarkan,
menghafal penjelasan guru sehingga guru sebagai sentral dan bersifat otoriter.
TEORI MENTALISME / NATIVISME
Berbeda dengan kaum
behaviorisme, kaum nativis atau mentalis berpendapat bahwa pemerolehan bahasa
pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan yang terjadi pada
hewan. Mereka tidak memandang penting pengaruh lingkungan sekitar. Selama
belajar bahasa pertama, sedikit demi sedikit manusia akan membuka kemampuan
lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan.
Pada hakikatnya aliran nativisme menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Oleh karena itu, faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari orang tua. Istilah Nativisme dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa pembelajaran bahasa ditentukan oleh bakat.
Pada hakikatnya aliran nativisme menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Oleh karena itu, faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari orang tua. Istilah Nativisme dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa pembelajaran bahasa ditentukan oleh bakat.
Pendidikan anak yang
tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak
itu sendiri. Prinsipnya, teori Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya
ahli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia serta kemampuan lain
yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan
berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya
sampai pada titik tertentu. Misal, seorang anak yang berasal dari keluarga
seniman musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin melebihi
orang tuanya atau mungkin juga hanya setengah dari kemampuan kedua orang tuanya.
Dalam teori ini
dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau
bakat. Teori ini dipelopori oleh filosiof Jerman, Arthur Schopenhauer yang
beranggapan bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah
oleh alam sekitar atau pendidikan.
Ada beberapa faktor
yang memengaruhi perkembangan anak dalam teori Nativisme:
1. Faktor Genetik.
1. Faktor Genetik.
Faktor genetik adalah
faktor gen dari kedua orang tua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul
dari diri manusia.
2. Faktor Kemampuan
Anak.
Faktor kemampuan anak
adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat
dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi
yang ada dalam dirinya.
3. Faktor Pertumbuhan Anak
Faktor pertumbuhan anak
adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap
pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu
normal maka dia akan bersikap enerjik, aktif, dan responsif terhadap kemampuan
yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal, maka anak
tersebut tidak bisa mengenali bakat dan kemampuan yang dimiliki. Chomsky (1959)
menyerang sangat tajam teori behaviorisme yang ditokohi Skinner. Menurut
Chomsky, tingkah laku manusia jauh lebih rumit daripada tingkah laku binatang,
tikus. Dengan kerumitannya itulah sehingga mustahil pemerian stimulus eksternal
dan respons mampu menentukan tingkah laku bahasa. Bagi Chomsky, yang mampu
memikul tanggung jawab tingkah laku bahasa hanyalah kemampuan bawaan (inner
comprephrension). Spekulasi Skinner itu bersifat premature dalam arti berlaku
pada tahap paling awal sebelum seseorang atau anak memeroleh pengertian yang
lebih baik dari sistem linguistik yang dipelajarinya (Hamid dalam Tolla,
1990:15).
Chomsky dengan keras menentang teori pembiasaan operan dalam pemerolehan bahasa yang dikemukakan Skinner. Menurutnya, tidak ada gunanya sama sekali untuk menjelaskan proses pemerolehan bahasa tanpa mengetahui sebenarnya bahasa sebagai benda yang sedang diperoleh itu. Untuk dapat menerangkan hakikat proses pemerolehan bahasa, di samping memahami apa sebenarnya bahasa itu, kita tidak boleh menyampingkan pengetahuan mengenai struktur-dalam organisme, yakni bagaimana cara – cara organisme memproses masukan informasi dan bagaimana cara – cara perilaku berbahasa itu diatur.
Chomsky dengan keras menentang teori pembiasaan operan dalam pemerolehan bahasa yang dikemukakan Skinner. Menurutnya, tidak ada gunanya sama sekali untuk menjelaskan proses pemerolehan bahasa tanpa mengetahui sebenarnya bahasa sebagai benda yang sedang diperoleh itu. Untuk dapat menerangkan hakikat proses pemerolehan bahasa, di samping memahami apa sebenarnya bahasa itu, kita tidak boleh menyampingkan pengetahuan mengenai struktur-dalam organisme, yakni bagaimana cara – cara organisme memproses masukan informasi dan bagaimana cara – cara perilaku berbahasa itu diatur.
Untuk lebih memperkuat
teorinya atau hipotesisnya Chomsky mengajukan hal – hal berikut.
1. Proses – proses
pemerolehan bahasa pada semua anak – anak boleh dikatakan sama.
2. Proses pemerolehan
bahasa tidak ada kaitannya dengan kecerdasan. Maksudnya, anak yang IQ-nya
rendah juga memeroleh bahasa pada waktu dan cara yang hampir sama.
3. Proses pemerolehan
bahasa juga tidak dipengaruhi oleh motivasi dan emosi anak – anak.
4. Tata bahasa yang
dihasilkan oleh semua anak – anak boleh dikatakan sama.
Salah seorang penganut teori mentalisme adalah Lennenberg (1967). Ia berpendapat bahwa bahasa merupakan species-specific dengan cara tertentu dalam perilaku bahasa yang ditentukan secara biologis. Bahasa adalah mekanisme yang bersifat bawaan yang disebut alat pemerolehan bahasa (LAD) dan yang memungkinkan seorang anak memformulasikan sistem bahasa yang bersifat abstrak. Mekanisme bahasa yang bersifat bawaan bekerja sesuai urutan dan aturan berikut;
Salah seorang penganut teori mentalisme adalah Lennenberg (1967). Ia berpendapat bahwa bahasa merupakan species-specific dengan cara tertentu dalam perilaku bahasa yang ditentukan secara biologis. Bahasa adalah mekanisme yang bersifat bawaan yang disebut alat pemerolehan bahasa (LAD) dan yang memungkinkan seorang anak memformulasikan sistem bahasa yang bersifat abstrak. Mekanisme bahasa yang bersifat bawaan bekerja sesuai urutan dan aturan berikut;
Apabila anak disuruh
menggunakan bahasa, mekanisme ini berpacu dan memformulasikan hipotesis
struktur bahasa yang memungkinkan terjadinya kontak. Hipotesis secara tetap
diperiksa kembali oleh mekanisme tersebut melalui penggunaan bahasa (Said dalam
Tolla, 1990). Tingkatan ini tercapai apabila anak sudah dapat menggunakan satu
atau dua kata dalam tuturannya. Proses ini berjalan terus dan mengalami banyak
kesalahan, tetapi kesalahan tersebut diperiksa kembali sampai anak menguasai
tata bahasa secara tepat.
Rangkaian selanjutnya adalah lingkungan memberikan sumbangan yang terus-menerus dalam proses perkembangan mental dan kepribadian. Faktor bawaan diperkaya dan dikembangkan oleh faktor lingkungan dalam bentuk pengalaman, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Chomsky (1978) dalam Ide Said (1987) mengatakan bahwa telah terjadi perselisihan penganut faktor bawaan dan penganut faktor lingkungan. Sebagian ahli psikologi menekankan faktor lingkungan dan sebagian lagi menekankan faktor bawaan. Faktor – faktor keturunan yang berhubungan dengan faktor lingkungan ini dalam perkembangan selanjutnya banyak dipertanyakan oleh para ahli.
Rangkaian selanjutnya adalah lingkungan memberikan sumbangan yang terus-menerus dalam proses perkembangan mental dan kepribadian. Faktor bawaan diperkaya dan dikembangkan oleh faktor lingkungan dalam bentuk pengalaman, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Chomsky (1978) dalam Ide Said (1987) mengatakan bahwa telah terjadi perselisihan penganut faktor bawaan dan penganut faktor lingkungan. Sebagian ahli psikologi menekankan faktor lingkungan dan sebagian lagi menekankan faktor bawaan. Faktor – faktor keturunan yang berhubungan dengan faktor lingkungan ini dalam perkembangan selanjutnya banyak dipertanyakan oleh para ahli.
Manusia mempunyai bakat
untuk terus – menerus mengevaluasi sistem bahasanya dan terus menerus merevisi
untuk pada akhirnya menuju bentuk yang berterima di masyarakat/lingkungannya.
Tujuan-Tujuan Teori Nativisme
Di dalam teori ini menurut G. Leibnitz:Monad “Didalam diri individu manusia
terdapat suatu inti pribadi”. Sedangakan dalam teori Teori Arthur Schopenhauer
(1788-1860) dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak
lahir/bakat. Sehingga dengan teori ini setiap manusia diharapkan :
a.
Mampu memunculkan bakat yang dimiliki
Dengan teori ini diharapkan manusia bisa mengoptimalkann
bakat yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa
dikembangkannya. Dengan adanya hal ini,
memudahkan manusia mengembangkan sesuatu yang bisa berdampak besar terhadap
kemajuan dirinya.
b.
Mendorong manusia mewujudkan diri yang
berkompetensi
Dengan teori ini diharapkan
setiap manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat
dan minat agar menjadi manusia yang berkompeten sehingga bisa bersaing dengan
orang lain dalam menghadapi tantangan zaman sekarang yang semakin lama semakin
dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih unggul daripada yang lain.
c.
Mendorong manusia dalam menetukan pilihan
Dengan adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih
bijaksana terhadap menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan
pilihannya manusia tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap
pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalh yang
terbaik untuk dirinya.
d.
Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi
dari dalam diri seseorang
Teori ini dikemukakan untuk
menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimilii
agar manusia itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.
e.
Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
Dengan adanya teori ini, maka manusia akan mudah
mengenali bakat yang dimiliki, denga artian semakin dini manusia mengenali
bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan
baakatnya sehingga bisa lebih optimal.
untuk bahasa antaranya dr buku mana ya? mohon informasinya.
BalasHapusuntuk referensinya dari mana aja ya?
BalasHapus